SMK Negeri 1 Pleret

SMK Negeri 1 Pleret, berlokasi di Jalan Imogiri Timur, km.9 Dusun Jati, Desa Wonokromo, Kapanewon Pleret, Daerah Istimewa Yogyakarta
Terdapat 4 Kompetensi Keahlian, Yaitu:
1. Teknik Instalasi Tenaga Listrik (TITL)
2. Teknik Jaringan Tenaga Listrik (TJTL)
3. Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ)
4. Teknik dan Bisnis Sepeda Motor (TBSM)

Kelas Seni Budaya Bersama Bu Rienz

Jika anda menempuh pendidikan di SMKN 1 Pleret, nanti akan berjumpa dengan Bu Rienz di kelas Seni Budaya.
Kelas Seni Budaya hanya ditempuh di kelas X saja, dengan jumlah jam tatap muka 3 JPL dalam sepekan.

Kegiatan SAGUGABLOG Lanjut 70

Ikatan Guru Indonesia (IGI) menyelenggarakan kegiatan yang sangat menarik, yaitu Sagusablog, atau SAtu GUru SAtu BLOG.
Kegiatan ini diawali dengan kelas sagusablog dasar, kemudian bagi peserta yang lulus, diperbolehkan untuk mengikuti kelas sagusablog lanjut.

Kamis, 23 Januari 2025

Teater (Part 4)

JENIS-JENIS TEATER


A. Jenis Teater Menurut Perkembangannya

1. Seni Teater Tradisional

Teater tradisi banyak mengungkap wacana kearifan lokal, sehingga merupakan sarana pewarisan ilmu hidup atau nilai-nilai kebaikan. Teater bisa menghibur sekaligus berperan sebagai wadah pendidikan moral masyarakat. Teater menjadi sendi penting di dalam membangun harmoni kehidupan bersama, termasuk membiasakan berdampingan dengan orang lain di lapangan yang berbeda suku, bahasa, adat istiadat dan agama saat menonton.

Teater tradisi tidak memisahkan antara pelaku dan penonton. Batasnya dikaburkan, sehingga sewaktu-waktu penonton langsung bisa menjadi bagian dari tontonan. Teater tradisi lekat pada ritual, adat, kebiasaan dan kebudayaan lokal (termasuk bahasa daerah). Kehidupannya masih bertaut pada konsep paguyuban atau kekeluargaan yang direkat oleh semangat gotong royong. Dalam teater tradisi, seni laku, tari, musik dan seni suara masih bersinergis saling melengkapi.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya jika teater tradisional dibedakan menjadi beberapa jenis. Dimana setiap jenis teater tradisional tersebut memiliki pengertian yang berbeda-beda. Setidaknya ada tiga jenis teater tradisional, mulai dari teater rakyat, teater klasik dan teater transisi.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai jenis teater tradisional tersebut.
a. Teater Rakyat

Teater rakyat adalah salah satu jenis teater tradisional. Teater rakyat bisa diartikan sebagai seni tari yang berkembang di wilayah Nusantara. Dimana setiap daerah memiliki jenis teater rakyat dengan ciri khas yang berbeda.
Jenis teater tradisional ini juga memiliki sifat yang lebih sederhana, spontan serta diisi dengan improvisasi guna menyatukan sesuai kebutuhan masyarakat. Contoh dari jenis teater tradisional ini adalah seperti Makyong dari riau, Jemblung dari Jawa Tengah, Kethoprak dari DIY, Drama Gong dari Bali, Randai dari Minangkabau, Mamanda dari Kalimantan Selatan dan lain sebagainya.


b. Teater Klasik

Lalu ada juga jenis teater tradisional lainnya seperti teater klasik. Dimana jenis klasik ini bisa diartikan sebagai teater tradisional yang segala sesuatunya sudah diatur terlebih dahulu. Baik itu dari segi cerita, pelaku yang sudah melalui latihan, gedung pertunjukan yang memadai serta tidak menyatu dengan penonton.

Sebenarnya bentuk-bentuk teater klasik kerap kita temui, namun tak semua orang tahu akan jenis teater tersebut. Sebagai contohnya adalah seperti wayang orang, wayang kulit, wayang golek dan lain sebagainya.

c. Teater Transisi

Ada juga teater transisi yang memiliki sumber dari teater tradisional namun gaya penyajiannya sudah mulai dipengaruhi oleh jenis teater barat. Sebagai contoh adalah komedi Istambul dan sandiwara Dardanella.

2. Seni Teater Modern

Teater modern mengambil pola barat sebagai referensi. Teater dipisahkan dari tari, seni suara dan musik. Kehadirannya adalah bagian dari produk kesenian yang menuju pada industri. Bentuk teater modern Indonesia yaitu teater modern konvensional, teater modern dengan pembaharuan dan teater modern kontemporer.

Teater modern yang konvensional menggunakan konsep, pola dasar, teknik dan penyajiannya tidak berubah dari teater barat hanya disesuaikan dengan alam dan menggunakan bahasa Indonesia. Teater modern dengan pembaharuan adalah teater yang mencoba memasukan unsur-unsur teater tradisional sebagai suatu gaya dalam pementasannya.

Seniman-seniman teater mulai mempertanyakan teater modern yang ada. Ada kesadaran baru yang dirasakan bahwa teater modern konvensional masih belum mantap sebagai teater nasional. Masyarakat teater Indonesia sadar bahwa di dalam dirinya ada teater tradisional yang harus dipertahankan. Adapun yang ketiga adalah teater modern yang kontemporer, yaitu teater yang mencoba mendobrak teater konvensional dan teater pembaruan. Seniman mencoba memadukan unsur-unsur yang ada di dunia untuk kepentingan teater.

B. Jenis Teater Menurut Bentuknya

Adapun jenis dari seni teater ini di antaranya sebagai berikut:
1. Teater Boneka

Pertunjukan boneka ini sudah atau telah dilakukan sejak Zaman Kuno. Sisa dari peninggalannya itu ditemukan di makam-makam seperti India Kuno, Mesir, serta Yunani. Boneka ini sering digunakan di dalam menceritakan legenda atau juga kisah-kisah yang sifatnya itu religius (keagamaan). Segala macam jenis boneka dimainkan itu dengan cara yang berbeda.

Boneka tangan ini dipakai oleh tangan sementara untuk boneka tongkat itu digerakkan itu dengan tongkat yang dipegang dari bawah. Marionette atau juga boneka tali digerakkan dengan cara menggerakkan kayu silang tempat tali boneka tersebut diikatkan.

Selain dari itu, contoh dari teater boneka yang cukup populer ialah pada pertujukan wayang kulit. Di dalam pertunjukan wayang kulit, wayang ini dimainkan di belakang layar tipis serta sinar lampu tersebut menciptakan bayangan wayang di layar. Penonton wanita duduk itu kemudian di depan layar, dan menonton bayangannya itu. Sedangkan untuk penonton pria duduk di belakang layar serta juga menonton wayang dengan secara langsung.

Selanjutnya, pertujukan Boneka Bunraku berasal dari Jepang itu mampu untuk melakukan banyak sekali gerakan sehingga kemudian diperlukan tiga dalang untuk dapat atau bisa menggerakkannya. Dalang kemudian berpakaian hitam serta duduk persis di depan penonton. Dalang utama kemudian mengendalikan kepala serta juga lengan kanan. Para pencerita bernyanyi serta melantunkan kisahnya.

2. Drama Musikal

Lakon musikal adalah jenis pertunjukan yang sebagian dialognya kadang dinyanyikan atau pada adegan tertentu peristiwanya menggunakan tarian yang diiringi dengan musik. Adegan tersebut tidak sekadar menampilkan tarian dan nyanyian saja, tetapi merupakan bagian peristiwa teater juga. Manurut N. Riantiarno (2011), dalam musikal, lagu dan musik adalah ekspresi utama dari emosi karakter.

Drama musikal ini adalah pertunjukan teater yang menggabungkan antara seni tari, musik, serta juga seni peran. Drama musikal ini lebih mengedepankan tiga unsur itu apabila dibandingkan dialog para pemainnya. Kualitas dari pemainnya itu tidak hanya dinilai pada penghayatan karakter dengan melalui untaian kalimat yang diucapkan namun juga dengan melalui keharmonisan lagu serta gerak tari.

Disebut sebagai drama musikal disebabkan karna di dalam pertunjukannya yang menjadi latar belakangnya itu merupakan kombinasi antara gerak tari, alunan musik, serta juga tata pentas. Contoh lakon musikal yang terkenal sering digelar di Broadway, New York, di antaranya: Phantom of the Opera, Lion King, Cats, dan Miss Saigon

Drama musikal yang cukup tersohor yakni kabaret serta opera. Perbedaan dari keduanya ini terletak di jenis musik yang digunakan. Opera adalah jenis pertunjukan teater yang keseluruhan dialog para aktornya disampaikan dengan teknik menyanyi yang berkualitas dan diiringi dengan musik orkestra serta juga lagu yang dinyanyikan ialah disebut seriosa.

Yang termasuk lakon opera misalnya:

a. Aida karya Verdi Figaro, dan
b. The Flying Dutchman karya Mozart.
Sedangkan di dalam drama musikal kabaret, jenis musik serta lagu yang dinyanyikan bebas serta biasa saja.

 3. Teater Dramatik

Istilah dramatik ini digunakan untuk dapat menyebut pertunjukan teater yang dengan berdasarkan pada dramatika lakon yang dipentaskan. Di dalam teater dramatik, perubahan karakter dengan secara psikologis ini sangat diperhatikan. Situasi cerita serta latar belakang kejadian ini dibuat sedetil mungkin.

Rangkaian cerita di dalam teater dramatik ini mengikuti alur plot itu dengan ketat. Fokus pertujukan teater dramatik ialah menarik minat serta rasa penonton terhadap situasi cerita yang disajikan. Di dalam teater dramatik, laku aksi pemain ini sangat ditonjolkan.
Satu peristiwa atau kejadian berkaitan dengan peristiwa lain kemudian membentuk keseluruhan cerita. Karakter yang disajikan di atas pentas ini ialah karakter tanpa improvisatoris. Teater dramatik ini mencoba mementaskan cerita seperti halnya realita.

4. Teatrikalisasi Puisi

Teatrikalisasi puisi ini adalah pertunjukan teater yang dibuat dengan berdasarkan karya sastra puisi. Karya puisi yang biasanya ini hanya dibacakan, di dalam teatrikal puisi dicoba untuk kemudian diperankan di atas pentas. Disebabkan bahan dasarnya ialah puisi maka teatrikalisasi puisi ini lebih mengedepankan estetika puitik di atas pentas. Gaya akting para pemain biasanya memiliki sifat teatrikal. Tata panggung serta blocking dirancang itu sedemikian rupa untuk dapat menegaskan makna puisi yang dimaksud.

Untuk teatrikalisasi puisi ini akan memberikan kesempatan bagi para seniman supaya bisa atau dapat mengekspresikan seluruh ide kreativitasnya itu di dalam menerjemahkan atau mengartikan makna dari suatu puisi itu ke dalam tampilan dari suatu lakon serta juga tata artistik pada atas pentas.

5. Teater Gerak

Teater gerak ini adalah suatu pertunjukan teater yakni dengan unsur utamanya ialah gerak serta juga ekspresi wajah para pemainnya. Di dalam pementasannya, penggunaan dialog ini sangat minimal atau juga bahkan dihilangkan ialah seperti dalam pertunjukan pantomim klasik.

Seiring itu dengan perkembangannya, pemain teater ini bisa atau dapat bebas bergerak itu dengan mengikuti suasana hati (untuk khusus karakter tertentu) bahkan lepas dari karakter tokoh ini dasarnya untuk dapat menarik minat penikmat. Dari kebebasan ekspresi gerak inilah suatu gagasan mementaskan pertunjukan itu dengan berbasis gerak dengan secara mandiri muncul.

Teater gerak yang paling populer serta juga bertahan sampai saat ini disebut dengan pantomim. Merupakan sebuah pertunjukan yang sunyi ini disebabkan oleh karna tidak menggunakan suara, pantomim tersebut mencoba untuk mengungkapkan ekspresinya itu dengan melalui tingkah laku gerak serta juga mimik dari para pemainnya. Makna pesan yang hendak direalisasikan pada pertunjukkan itu dalam bentuk gerak.

C. Menurut Genre Lakonnya

Sejak awal perkembangan teater, sudah ada banyak jenis lakon. Berikut adalah sejumlah jenis lakon yang sudah terkenal sejak zaman Yunani Kuno sampai pada abad modern saat ini.
1. Tragedi
Lakon tragedi merupakan kisah yang bukan saja menampilkan alur cerita kesedihan, tetapi juga mengguncang jiwa penonton. Penonton mengalami kengerian sekaligus merasakan belas kasihan. Melalui lakon tragedi ini, menurut Rendra (1993), penonton merasa menyadari betapa kecil dan rapuhnya jiwa manusia di hadapan kedahsyatan suratan takdir. Lakon jenis tragedi umumnya akan merangsang penonton mengalami penjernihan jiwa (katarsis). Berikut adalah beberapa lakon tragedi karya dramawan terkenal.

a. Trilogi Oedipus, yaitu Oedipus Sang Raja, Oedipus di Kolonus, dan Antigone karya Sophocles;
b. Macbeth, Hamlet, dan Romeo and Juliet karya William Shakespeare; dan
c. Death of a Salesman dan The Crucible karya Arthur Miller.

2. Komedi

Lakon komedi merupakan kisah yang penuh dengan kegembiraan, menimbulkan tawa dari tingkah laku para tokohnya, dan berakhir dengan keceriaan tetapi bukan pertunjukan lawak atau banyolan. Menurut Aristoteles, lakon komedi merupakan tiruan dari perilaku manusia biasa atau rakyat pada umumnya. Tingkah laku dalam lakon komedi merupakan perwujudan keburukan manusia saat menjalankan kehidupan sehingga mampu menumbuhkan tertawaan dan cemoohan sampai terjadi katarsis atau penyucian jiwa (Yudiaryani, 2002). Lakon komedi juga mengungkap cacat atau kelemahan karakter manusia dengan gaya yang dibuat lucu.

Berikut adalah beberapa lakon komedi karya dramawan terkenal.
a. Orang Kaya Baru dan Tartuffe karya Moliere,
b. Orang Kasar (saduran W.S. Rendra) karya Anton P. Chekhov, dan
c. A Midsummer Night’s Dream dan The Commedy of Errors karya William Shakespeare.

3. Tragikomedi

Lakon tragikomedi adalah perpaduan antara kisah tragis (tragedi) dan komedi. Kegembiraan dan kisah sedih membaur menjadi satu peristiwa. Lakon ini menampilkan kehidupan manusia yang penuh konlik dan dramatis, tetapi dikemas dalam adegan bergaya komedi, dengan tangis dan tawa berbaur (Riantiarno: 2011, 5).

Berikut adalah beberapa lakon tragikomedi karya dramawan terkenal.
a. Jas Panjang Pesanan (terjemahan Jim Lim dan Suyatna Anirun) karya Wolf Monkowitz, dan
b. Trilogi Opera Kecoa karya N. Riantiarno.

4. Melodrama

Menurut Herman J. Waluyo (2001), melodrama adalah lakon yang sangat sentimental, dengan tokoh dan cerita yang mendebarkan hati dan menimbulkan haru pada penonton. Jenis lakon ini berkembang pada awal abad ke-19. Istilah melodrama berasal dari bagian sebuah opera yang menggambarkan suasana sedih atau romantis dengan iringan musik (kata melos diturunkan dari kata melody atau lagu). 

Melodrama cukup populer apalagi dengan iringan musik yang memicu emosi/perasaan yang berlebih agar penonton dapat lebih merasakan suasana tontonannya. Kisahnya akan menguras air mata penonton karena adegan kesedihan yang kuat, walaupun tema yang disajikan sangat sederhana. Kesan suasana inilah yang kemudian berkembang menjadi jenis drama tersendiri.

Berikut adalah beberapa lakon melodrama karya dramawan terkenal.
a. Opera Primadona karya N. Riantiarno,
b. Uncle’s Tom Cabin karya Harriet Beecher Stowe, dan
c. The Octoroon karya Dion Boucicault.

Kamis, 16 Januari 2025

Teater (Part 3)

 Struktur Alur dalam Lakon


A. Pengertian Alur Cerita menurut para Ahli

1. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

Menurut KBBI, alur cerita adalah plot yang artinya jalan atau alur cerita yang terdapat di dalam novel, sandiwara, dan sebagainya.

2. Literary Terms

Menurut Literary Terms, pengertian alur cerita adalah bagaimana cerita berkembang, terungkap, dan bergerak dalam waktu.

3. Andri Wicaksono (2014)

Menurut Andri Wicaksono, alur cerita merupakan konstruksi yang dibuat mengenai sebuah deretan peristiwa secara logik dan kronologik yang saling berkaitan dan diakibatkan atau dialami oleh para pelaku.

4. M. Antar Semi (1988)

M. Antar Semi mengungkapkan pengertian alur cerita adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi.

5. Aminudin (2002)

Aminudin berpendapat bahwa pengertian alur cerita atau plot adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.

6. Sudjiman (1986)

Sudjiman berpendapat bahwa pengertian alur cerita adalah rangkaian peristiwa di jalin dengan seksama yang menggerakkan jalan cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan anti-klimaks. Dengan kata lain, pengertian alur cerita adalah jalinan peristiwa di dalam kartya sastra untuk mencapai efek tertentu. Alur diwujudkan oleh hubungan temporal atau waktu dan hubungan kausal atau sebab akibat.

7. Forster (1970)

Menurut Forster, pengertian alur cerita adalah rentetan peristiwa yang menekankan pada hubungan akibat.

8. Chatman (1980)

Chatman berpendapat bahwa pengertian alur cerita adalah tata urutan pemunculan peristiwa-peristiwa dalam cerita.

9. Stanton (1965)

Stanton berpendapat bahwa pengertian alur cerita atau plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun setiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa lain.

10. Kenny (1966)

Menurut Kenny, pengertian alur cerita atau plot adalah peristiwa-peristiwa yang ditampilkan di dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat.

11. Rusyana

Sementara itu, Rusyana berpendapat bahwa pengertian alur cerita bukan sekadar urutan cerita A sampai Z, melainkan hubungan sebab akibat peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain di dalam cerita.

12. Virgil Scoh (1966)

Virgil Scoh mendefinisikan pengertian alur cerita sebagai prinsip esensial di dalam cerita.

13. Morjorie Boulton (1975)

Menurut Morjorie Boulton, pengertian alur cerita adalah pengorganisasian di dalam novel atau penentu struktur novel.

14. Dick Hartoko (1948)

Dick Hartono mengungkapkan pendapatnya tentang pengertian alur cerita sebagai alur yang dibuat oleh penulis berupa deretan peristiwa secara kronologis, saling berkaitan, dan bersifat kausalitas sesuai dengan apa yang dialami pelaku cerita.

 B. Macam-Macam Alur Cerita yang Sering digunakan

Setelah memahami pengertian alur cerita, kini perlu mengenal juga apa saja jenis-jenis alur cerita. Secara umum, alur cerita dapat diklasifikasikan menjadi tujuh jenis, yaitu alur maju, alur mundur, alur campuran, alur sorot balik, alur klimaks, alur anti-klimaks, dan alur kronologis. Berikut detailnya!

1. Alur Maju
Alur maju di dalam pengertian alur cerita atau yang biasa disebut progresif adalah tindakan yang memuncak pada akhir cerita. Alur maju adalah serangkaian peristiwa yang dimulai secara teratur dari awal hingga akhir cerita.
Contoh alur maju, misalnya cerpen yang menceritakan masa kecil seorang anak yang kemudian tumbuh dewasa dan berakhir ketika ia tua. Diceritakan pula bagaimana konflik yang ia hadapi selama hidupnya.

2. Alur Mundur
Alur mundur atau regresi merupakan tindakan yang menceritakan masa lalu dari tokoh di dalam cerita. Pengertian alur cerita mundur ini justru konfliknya disampaikan di awal cerita dan kemudian mundur ke masa lalunya. Serangkaian peristiwa dalam refluks dimulai dari masa lalu ke masa kini dengan waktu yang tidak tepat.
Contoh alur mundur adalah cerita pensiunan polisi yang menceritakan kisahnya berjuang selama menjadi anggota polisi.

3. Alur Campuran
Pengertian alur cerita berdasarkan kronologis cerita yang terakhir yakni alur campuran. Alur campuran atau alur bolak-balik ini seperti sungai yang dimulai di titik paling tinggi, kemudian menceritakan masa lalu dan berlanjut sampai selesai.
Saat menceritakan masa lalunya, karakter tokoh yang diperkenalkan di dalam cerita akan memperkenalkan karakter lain selama cerita belum berakhir dan saat cerita kembali ke awal lagi. Contoh alur campuran adalah sebuah cerita yang dimulai di tengah-tengah cerita dan kemudian maju atau mundur.

4. Alur Sorot Balik (Flashback)
Alur sorot balik atau flashback merupakan alur yang terjadi karena pengarang mendahulukan akhir cerita dan setelah itu kembali ke awal cerita. Pengarang biasanya memulai ceritanya dari klimaks menuju kembali ke awal cerita dan ke akhir cerita lagi.
Tahapan yang terjadi pada alur sorot balik ini dimulai dari klimaks – anti-klimaks – akhir – peruwitan – awal.

5. Alur Klimaks
Alur klimaks adalah susunan peristiwa menanjak dari peristiwa biasa yang meningkat menjadi penting dan lebih menegangkan dibandingkan sebelumnya.

6. Alur Anti-klimaks
Alur cerita anti-klimaks adalah alur cerita yang susunan peristiwanya makin menurun dari peristiwa menegangkan kemudian menjadi kendor dan berakhir dengan peristiwa yang semakin biasa saja.

7. Alur Kronologis 
Alur cerita kronologis adalah alur yang susunan peristiwanya berjalan sesuai dengan urutan waktu terjadinya peristiwa. Di dalam alur ini, terdapat hitungan jam, menit, detik, hari, dan lain sebagainya.

C. Struktur Alur Cerita

Untuk membangun pengertian alur cerita yang utuh, diperlukan unsur-unsur di dalam alur cerita dan bagaimana alur cerita seharusnya terjadi di dalam sebuah peristiwa pada karya sastra. Berikut ini merupakan unsur-unsur alur cerita atau tahapan alur cerita dari awal sampai akhir.
Struktur Aristoteles dikembangkan oleh Gustav Fraytag dan Hudson dalam bentuk dramatic line (garis dramatik).


1. Eksposisi (Exposition)

Eksposisi merupakan awal dari sebuah cerita atau permulaan cerita, biasanya berupa pengenalan dan berisi penjelasan peristiwa dengan maksud menuntun penonton pada situasi agar diketahui semua yang ada di dalamnya. Bagian ini harus jelas dan menarik untuk terus diikuti.

Tahapan awal ini juga disebut sebagai Orientasi atau pengenalan tokoh, pada pengertian alur cerita dimulai dari orientasi atau pengenalan tokoh. Pada tahap orientasi ini, penulis memperkenalkan siapa saja tokoh yang ada di dalam cerita yang ditulis. Selain itu, juga ditunjukkan unsur dasar cerita, misalnya waktu kejadian cerita tersebut terjadi, di mana latar tempat cerita tersebut, dan bagaimana suasananya.

Tujuan disusunnya orientasi ini agar pembaca mengetahui siapa yang memerankan tokoh di dalam alur cerita tersebut serta di mana tempat cerita tersebut berlangsung, serta bagaimana suasana yang berusaha dibangun penulis di dalam tulisannya.

2. Penanjakan Cerita (Rising Action)

Setelah mengenal tokoh, lokasi, dan lain sebagainya lalu masuk ke tahap permulaan konflik. Tahap permulaan konflik atau tahap kedua ini baru akan dimunculkan bagaimana konflik terjadi dan apa penyebab terjadinya konflik. Umumnya, konflik timbul karena adanya pertentangan antartokoh atau bisa juga disebabkan karena tokoh utama mengalami masalah.

Bagian ini ditandai dengan mulai tumbuhnya laku, satu titik konlik mulai terjadi, dan kekuatan sebagai pendorong yang menjadi benih-benih konlik berikutnya. Bagian ini umumnya ditandai oleh satu kekuatan keinginan dan tujuan dari tokoh utama yang akan mencari jalan untuk mencapai tujuannya.

Permulaan konflik di dalam cerita inilah yang akan membuat pembaca penasaran sehingga ingin mengetahui lebih lanjut bagaimana ceritanya. Pembaca biasanya juga akan semakin bertanya-tanya konflik apa yang sekiranya dialami tokoh sebagai lanjutan ceritanya. Tahap permulaan konflik ini mendorong pembaca melanjutkan cerita dengan konflik yang lebih rumit.

3. Komplikasi (Complication)

Komplikasi berisi konflik dan pengembangannya menuju titik klimaks. Hal ini ditandai dengan keruwetan-keruwetan yang dibangun oleh watak tokoh-tokohnya untuk mempertahankan tujuannya.

4. Klimaks (Climax)

Klimaks merupakan keruwetan yang ada pada ujung komplikasi dan melahirkan sebuah krisis. Krisis terus meninggi yang akhirnya menjadi suatu peristiwa yang tidak bisa dielakkan sehingga keadaan menjadi kacau yang berakibat salah satu atau beberapa pihak mengalami penderitaan. Klimaks harus tumbuh dari tokoh utama yang berujung pada keseluruhan laku. Pada titik ini, peristiwa biasanya cukup menegangkan.

Tahap pengertian alur cerita konflik ini menceritakan bagaimana titik puncak konflik di dalam cerita terjadi. Bagian ini biasanya paling ditunggu-tunggu oleh pembaca dan membuat pembaca akan bertahan lama membaca ketika konfliknya menarik atau menegangkan.

Biasanya, klimaks dari konflik ini dialami oleh pemeran utama yang menimbulkan ketegangan dan pemecahan masalah apa yang kemudian ia lakukan. Dampaknya, tentu saja membuat pembaca lebih penasaran dan menyimak cerita.

5. Penurunan Cerita (Falling Action)

Bagian ini ditandai dengan pilihan tokoh-tokohnya untuk menentukan nasibnya setelah terjadi peristiwa yang menegangkan.

Setelah diceritakan mengenai puncak konflik atau klimaks, bagian selanjutnya adalah tahapan konflik mereda atau menurun (Anti-Klimaks). Di dalam tahap ini, tokoh utama mulai mengetahui bagaimana cara mengatasi konflik yang sedang berlangsung. Ketegangan yang disaksikan oleh pembaca di sini sedikit mereda dan biasanya akan berubah menjadi kagum pada tokoh utama.

Pasalnya, biasanya di tahap ini tokoh utama diceritakan mampu menghadapi masalah, baik dengan cara yang terduga maupun tidak terduga. Suasana pada tahapan anti-klimaks ini seringkali tidak bisa ditebak oleh pembaca.

6. Penyelesaian (Conclusion)

Pada bagian ini, biasanya muncul tokoh lain yang memiliki posisi penting (tokoh sentral), yang bisa menggiring peristiwa yang kacau tadi ke arah perubahan situasi tokoh-tokoh yang berhadapan dengan masalah masing-masing. Peristiwa yang sejak mula dibangun oleh para tokohnya menjadi mereda dan dapat berujung pada penyadaran para pelaku dalam lakon tersebut.

Tahap pengertian alur cerita penyelesaian adalah tahap terakhir yang berisi berbagai masalah dan rintangan yang dialami tokoh utama sudah berhasil diselesaikan dengan baik. Jika tidak ada konflik lain, biasanya penulis membuat cerita tahap penyelesaian dan pembaca bisa langsung menyimpulkan kesan di tahap ini.

Di tahap penyelesaian, penulis juga seringkali menyisipkan pesan atau amanat yang dapat dipetik oleh pembaca.




Kamis, 09 Januari 2025

Teater (Part 2)

Dramaturgi



A. Dramaturgi

Pada pengertian harfiahnya dramaturgi adalah ilmu drama. Pelajaran tentang kaidah-kaidah berteater. Teater yang kompleks diurai berdasarkan norma dan hukum konvensinya. Teater dipelajari sebagai bentuk seni yang kompleks karena unsur penopangnya berasal dari ragam bentuk seni lainnya, seperti seni tari, seni rupa, musik, dan bahkan multimedia. Pada pemahaman lain, dramaturgi diartikan sebagai teori yang mempelajari tingkah laku kehidupan manusia sehari-hari yang tak jauh berbeda dengan pertunjukan teater. Terkait dengan pemahaman itu, substansi dramatik lakon teater memang tidak berbeda dengan kehidupan sehari-hari masyarakat.

Dasar drama adalah konflik kemanusiaan yang selalu menguasai perhatian dan minat publik (Nur Iswantara, 2016: 4). Dramaturgi juga berhubungan dengan ilmu sosial komunikasi. Pada pengertian ini, kehidupan manusia sehari-hari layaknya permainan drama atau teater. Bagaimana dalam kehidupan sehari-hari manusia menjalankan perannya sebagai petani, karyawan, pelajar, guru, anak, orang tua, dan aneka ragam peran dan profesi lainnya. Setiap grup teater akan memiliki karakter penampilannya ketika grup tersebut memegang teguh konsep dramaturgi yang dipilihnya. Keteguhan pada pilihan konsep dramaturgi dipengaruhi oleh proses kreatif sebuah grup teater mulai dari sumber gagasan atau ide lakon yang akan diusungnya, bagaimana mengolah gagasan menjadi lakon, memproses lakon menjadi permainan atau pementasan, sampai kepada bagaimana mendatangkan penonton. Melalui proses kreatif seperti itulah, pembelajaran teater untuk siswa kelas 10 ini akan dilakukan.

Pada perkembangannya, dramaturgi dipahami sebagai bagian dari konsep penyutradaraan. Sebagai konsep penyutradaraan, dramaturgi menjadi penciri pada setiap penampilan grup teater baik pada pendekatan lakon maupun pada penyajian bentuk pementasannya. Setiap grup teater akan memiliki karakter penampilannya ketika grup tersebut memegang teguh konsep dramaturgi yang dipilihnya. Keteguhan pada pilihan konsep dramaturgi dipengaruhi oleh proses kreatif sebuah grup teater mulai dari sumber gagasan atau ide lakon yang akan diusungnya, bagaimana mengolah gagasan menjadi lakon, memproses lakon menjadi permainan atau pementasan, sampai kepada bagaimana mendatangkan penonton. Melalui proses kreatif seperti itulah, pembelajaran teater untuk siswa kelas 10 ini akan dilakukan.

B. Perbedaan Drama dan Teater

C. Teater sebagai Cerminan Masyarakat

Pada masyarakat tradisional kuno, teater memang erat kaitannya dengan ritual kepercayaan masyarakat dalam melakukan pemujaan. Namun dalam perkembangannya teater menjadi cermin kehidupan masyarakat pada semua dimensi kehidupan manusia, baik yang terkait dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, maupun pendidikan dan agama. Pada akhirnya, teater dapat menampilkan lakon yang merefleksikan kehidupan masyarakat pada semua dimensinya. Teater, melalui kemampuan akting pemain, menghadirkan pengalaman manusia, baik pengalaman luar (lahiriah) maupun pengalaman dalam (batiniah) manusia. 

Dalam proses penciptaan pertunjukan teater, seorang sutradara selalu berupaya untuk menghidupkan suasana pemanggungan sehingga berbentuk tontonan teater yang mengasyikkan bagi yang menontonnya. Pemanggungan teater tidak melulu menampilkan kepiawaian aktor dalam berakting sebagai hal yang utama untuk menyampaikan pesan, tetapi ada unsur pendukung lainnya sebagai pelengkap wujud pertunjukan tersebut. Unsur seni rupa seperti set dekor panggung, tata rias, tata busana, tata musik, dan tata cahaya yang akan membuat teater memiliki daya takjub sehingga mampu menghipnotis para penontonnya. Hal ini dapat menjadi alasan bahwa teater lebih kompleks untuk menciptakan keindahannya dari seni lainnya.

Walau berakting adalah permainan pura-pura, sebagai cermin masyarakat, teater tidak berpura-pura dalam memberikan pesannya melalui permainan aktor. Teater adalah salah satu bentuk seni yang sarat dengan unsur pendidikan. Sebagaimana yang dinyatakan Gus Dur: “Teater tidak mengajarkan orang berpura-pura, tapi melatih orang sungguh-sungguh untuk menghadirkan atau pribadi orang lain” (Gusdur dalam Wijaya., 42). 

Dari petikan di atas sangat cocok jika siswa mempelajari teater sebagai bagian dari pembelajaran di sekolah sehingga siswa akan mendapatkan pembelajaran tentang kehidupan di masyarakat lingkungannya. Tingkah laku, sikap sosialisasi, cara bertutur, kepekaan sekitar, toleran, jujur, ikhlas, dan kerja sama. Siswa juga harus mampu membuat pertunjukan teater yang baik dii sekolah dengan menulis naskah lakon yang temanya bisa dijadikan contoh, misalnya persahabatan lain suku, sehingga masyarakat bisa bercermin dari pertunjukan teater tersebut.

Kamis, 02 Januari 2025

Seni Teater (Part 1)


Seni Teater



A. Pengertian Teater

Seni Teater (bahasa Inggris: theater atau theatre; bahasa Prancis: théâtre; bahasa Yunani: theatron adalah salah satu seni bermain peran (drama) yang menyajikan cerita kehidupan nyata di atas pentas. Teater adalah cabang kesenian yang lahir pada masa Yunani klasik.

Kata ‘teater’ berasal dari kata theatron, bahasa Yunani, yang berarti tempat tontonan (seeing place) atau gedung pertunjukan. Bentuk Theatron pada saat itu terdiri dari panggung (stage) juga ada tempat duduk penonton yang terbuat dari batu berposisi setengah lingkaran. Melalui ritual menari dan menyanyi, masyarakat Yunani purba (sekitar tahun 600 SM) melakukan persembahan terhadap Dewa Anggur dan Dewa Kesuburan, yang bernama Dewa Dionysus. Menurut keyakinan masyarakat Yunani purba, upacara ini dilakukan sebagai permohonan kepada Dewa Dionysus agar berkenan menurunkan kesuburan dan kemakmuran kehidupan mereka. Pada masa itu, sekitar 500 tahun SM dimainkan di atas altar oleh pendeta-pendeta dan salah satu adegannya adalah upacara memberi kurban pada dewa. Hingga kemudian bentuk itu berubah pada masa Athena, kurban diganti oleh peran antagonis yang dihukum atas dasar kehendak masyarakat dan mati bagi semua orang.

Dalam makna tersebut teater modern Indonesia dipahami secara konseptual (teater realis) dimulai sejak Usmar Ismail dan Asrul Sani mendirikan ATNI (Akademi Teater Nasional Indonesia) pada 10 September 1955 di Jakarta. Sejak saat itu, bentuk teater di Indonesia mengalami perubahan yang cukup mendasar dibandingkan dengan bentuk-bentuk tradisionalnya, seperti Randai, Ludruk, Mahyong, Ketoprak, dan Ledhek.

B. Perkembangan Teater

Sejarah merupakan peristiwa yang terjadi di masa lalu. Perkembangan adalah proses berkembangnya sesuatu. Jika dikaitkan dengan judul pembelajaran di atas, Sejarah dan Perkembangan Teater, maka pengertiannya menjadi “peristiwa teater yang terjadi di masa lalu dan proses berkembangnya hingga saat ini.” Mengetahui apa dan bagaimana teater di masa lalu dimaksudkan untuk mengenal dan memahami teater sejak mula tercipta, proses berkembangnya yang melahirkan banyak jenis dan bentuk, sampai ke perubahan-perubahan konvensi dari zaman ke zaman.

Gambar 1 Infografis Perkembangan Teater

Upacara sesembahan dilakukan dalam setengah hari yaitu sejak pagi sampai berakhir menjelang sore hari. Di atas panggung yang ada di theatron itu, para tetua adat melakukan ritual tarian dengan menggunakan topeng yang diiringi nyanyian-nyanyian pemujaan. Aksi tarian ritual yang diiringi nyanyian tersebut dinamai Dram atau Draomai.

Dari asal kata Dram atau Draomai itulah istilah ‘Drama’ dikenal. Ada lima fase penting dalam perkembangan teater di dunia, yaitu:

1. Teater Primitif/Klasik (1000 SM – Abad ke-6 M)

Teater Primitif atau Teater Klasik sangat erat kaitannya dengan upacara ritual keagamaan masyarakat pada saat itu. Sebuah upacara keagamaan yang berupa tarian, nyanyian dan pujian-pujian dari potongan naskah kitab suci. Tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam teater klasik seringkali berhubungan dengan pemimpin agama atau representasi dewa-dewa yang mereka sembah. Pada fase ini, bukan saja teater primitif dan zaman Yunani kuno, juga ada Teater Romawi yang berbeda dengan Teater Yunani. Misalnya pada Koor tidak lagi berfungsi mengisi setiap adegan. Peran musik menjadi dominan karena pelengkap ilustrasi setiap pengadeganan. Lakon cenderung mengusung kesenjangan hidup kelas menengah.
Gambar 2 Theatron Zaman Yunani Kuno. 
Sumber: Toughco.com/ Ventura Carmona (2019)

Ciri-ciri dan bentuk pentasnya:
a. Bagian dari ritual keagamaan
b. Menggunakan topeng
c. Kisah Tragedi dan Komedia
d. Panggung terbuka dan tinggi berbentuk amphitheater
e. Dimainkan para pria
f. Ada kelompok koor (penyanyi), penari, dan narator


2. Teater Abad Pertengahan (Abad ke-14 – Abad ke-16)

Pentas-pentas teater di abad pertengahan memang masih berorientasi pada perayaan keagamaan (terutama Kristen). Pentas teater banyak dilakukan di gereja-gereja. Namun sejak ada pelarangan pentas teater di dalam gereja, panggung berpindah ke jalan-jalan dan berkeliling karena panggung dibuat di atas kereta yang bergerak dinamis.

Para pemain (aktor) teater banyak belajar di universitas. Tema-tema lakon tentang pengetahuan, kebajikan, kebodohan, kehidupan kaya-miskin, dan sebagainya. Pentas teater di zaman ini acap disebut drama moral karena cenderung mengusung pertarungan kebaikan melawan keburukan atau kejahatan.

Pada sekitaran abad ini, selain Teater Renaissance, ada juga Teater Neo Klasik, Teater Zaman Elizabethan, dan Teater Restorasi. Bentuk pertunjukan merupakan paduan teater keliling dengan teater akademi yang cenderung klasik. Pada akhir abad ke-16 tumbuh Teater Romantik dan Melodrama.

Ciri-ciri dan bentuk pentasnya:
a. Panggung di atas kereta yang berkeliling
b. Dekor sederhana dan simbolis
c. Lirik dialog berdialek dengan dialog yang puitis
d. Dimainkan di tempat umum dan memungut bayaran
e. Tidak ada nama pengarang untuk lakon yang dimainkan
f. Lakon dikaitkan dengan filsafat dan agama

3. Teater Realis (Mulai dari Abad 18 dan 19 )

Zaman Realisme ini menjadi konvensi baru yang menandai perubahan teater ke arah seni drama modern. Lakon-lakon teater pada zaman ini tidak lagi berkisah tentang hal-hal yang khayali tetapi lebih banyak mengangkat realita kehidupan sehari-hari. Pola permainan (akting) tidak berorientasi pada keindahan bentuk dengan dialog yang puitis, tetapi merupakan gambaran kenyataan kehidupan masyarakat dalam keseharian atau apa adanya.

Ciri-ciri dan bentuk pentasnya:
a. Terbagi dua aliran: realisme sosial dan realisme psikologis
b. Lakon tentang kehidupan sehari-hari
c. Pemeran utama biasanya rakyat jelata
d. Aktingnya bersifat wajar, tidak berlebihan, seperti kehidupan sehari-hari
e. Aspek pendukung dan visual disesuaikan dengan keadaan sehari-hari
f. Aliran realisme psikologis lebih menonjolkan aspek kejiwaan tokoh
g. Suasana ditampilkan secara simbolis untuk mendukung aspek psikologis tokoh.
h. Lebih mementingkan pembinaan konflik kejiwaan tokoh.

4. Teater Baru / Avant Garde (Mulai Abad 19)

Yang menonjol pada fase Teater Baru atau Teater Avant Garde yaitu munculnya elemen efek-efek khusus dengan teknologi elektronik baru pada tatanan pencahayaan, dekor panggung, dan musik pengiring atau ilustrasi.

Bentuk permainan banyak bersifat eksperimentatif yang tidak mengikuti selera masyarakat. Para dramawan di fase abad ini banyak melahirkan bentuk-bentuk pertunjukan yang menggunakan pendekatan simbolisme, surealisme, epik, dan absurd. Sehingga di zaman ini muncul keanekaragaman bentuk ekspresi dan makna keindahan dari pentas teater.

Ciri-ciri dan bentuk pentasnya:
a. Kreasi artistik bersifat spontan dan agresif Cenderung berbenturan dengan selera masyarakat.
b. Tidak lazim karena menyimpang dari bentuk Alamiah
c. Karya yang merdeka karena lahir dari karakter penciptanya
d. Pertunjukan menggunakan berbagai variasi materi (film, tari, puisi, musik, dsb.)

5. Teater Post-Modern (Mulai tahun 1970)

Aliran teater yang berkembang setelah modern ini relatif baru, dimulai sekitar tahun 1970-an.
Para penganut aliran post-modern mengibaratkan kehidupan manusia seperti sebuah sandiwara yang terpisah-pisah. Teater menjadi pilihan bentuk untuk menggambarkan tragedi kehidupan itu. Teater post-modern menjadi penolakan atas kehidupan modern.

Teater Post-Modern mengurangi penggunaan naskah atau teks lakon untuk mendapatkan penampilan yang bersifat unik dan langsung atau spontan.

Ciri-ciri dan bentuk pentasnya:
a. Bersifat depolitisasi seni
b. Menitikberatkan pada aktivitas teori
c. Tak dapat dijelaskan dengan struktur yang jelas
d. Cerita yang tidak beraturan alurnya.
e. Melahirkan ragam sudut pandang/resepsi
f. Membuat jaringan antara teori dan praktik
g. Penuh dengan eksperimen gaya
h. Pemain dianggap bukan aktor tetapi penanda
i. Properti panggung mudah diubah bentuknya

Bahan bacaan siswa yang dianjurkan:
1. Asul Wiyanto. 2002. Terampil Bermain Drama. Jakarta: Grasindo.
2.Iswadi Pratama, dkk. 2010. Teater Asyik, Asyik Teater. Lampung: Teater Satu.




Selasa, 21 Mei 2024

Manajemen Pertunjukan Seni Tari

Manajemen Pertunjukan Seni Tari

Materi Seni Tari Semester Genap

1. Pengertian Manajemen Pertunjukan Seni Tari

Manajemen pertunjukan seni tari adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan sumber daya untuk mencapai tujuan tertentu dalam penyelenggaraan pertunjukan tari. Manajemen ini mencakup berbagai aspek mulai dari konsep, persiapan, pelaksanaan hingga evaluasi pertunjukan.

2. Komponen Utama dalam Manajemen Pertunjukan Seni Tari

a. Perencanaan

Perencanaan adalah tahap awal yang melibatkan penentuan tujuan, tema, dan konsep pertunjukan. Dalam tahap ini, manajer pertunjukan bekerja sama dengan koreografer, penari, dan tim kreatif untuk menyusun rencana yang detail, termasuk:
    1. Penentuan Tema dan Konsep: Menentukan tema yang akan diusung dalam pertunjukan dan konsep artistik yang ingin ditampilkan.
    2. Pembuatan Jadwal: Menetapkan jadwal latihan, teknis dan hari pertunjukan.
    3. Anggaran: Merencanakan anggaran yang mencakup biaya produksi, honorarium penari, promosi, dan biaya tak terduga.
b. Pengorganisasian

Pada tahap ini, manajer mengatur segala aspek yang diperlukan untuk mewujudkan rencana. Ini mencakup:
    1. Tim Produksi: Membentuk tim yang terdiri dari koreografer, penata musik, penata panggung, penata cahaya, dan tim teknis lainnya.
    2. Lokasi: Memilih dan memesan tempat pertunjukan yang sesuai.
    3. Perlengkapan dan Kostum: Menyediakan semua kebutuhan perlengkapan dan kostum untuk penari.
c. Pengarahan

Pengarahan melibatkan kepemimpinan dan koordinasi di antara tim produksi dan penari untuk memastikan semua pihak bekerja sesuai rencana. Aktivitas dalam tahap ini antara lain:
    1. Latihan Intensif: Mengarahkan dan memantau latihan untuk memastikan penari siap untuk tampil.
    2. Koordinasi Tim: Memastikan semua anggota tim memahami tugas dan tanggung jawab mereka.
d. Pengawasan

Pengawasan bertujuan untuk memastikan bahwa semua aspek pertunjukan berjalan sesuai rencana dan mengatasi masalah yang muncul. Ini mencakup:

    1. Pengawasan Latihan: Memantau latihan dan memberikan umpan balik.
    2. Penilaian Kinerja: Menilai penampilan selama latihan dan memberikan saran perbaikan.
    3. Evaluasi Pasca Pertunjukan: Melakukan evaluasi keseluruhan setelah pertunjukan selesai untuk menilai keberhasilan dan mencari area untuk perbaikan di masa depan.

3. Tahap-Tahap dalam Penyelenggaraan Pertunjukan Tari

a. Pra-Produksi
    1. Konsep dan Perencanaan: Mengembangkan ide dasar dan tujuan pertunjukan.
    2. Pengembangan Skenario: Menulis naskah atau skenario yang jelas.
    3. Rekrutmen dan Pelatihan: Merekrut penari dan memberikan pelatihan yang diperlukan.
b. Produksi
    1. Latihan dan Rehearsal: Melakukan latihan rutin dan gladi bersih.
    2. Persiapan Teknis: Menyiapkan semua aspek teknis termasuk pencahayaan, sound system, dan tata panggung.
    3. Promosi dan Publisitas: Mempromosikan pertunjukan untuk menarik penonton.
c. Pertunjukan
    1. Pelaksanaan Pertunjukan: Menjalankan pertunjukan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
    2. Manajemen Penonton: Mengelola penonton, mulai dari penjualan tiket hingga pengaturan tempat duduk.
d. Pasca Produksi
    1. Evaluasi: Mengevaluasi keseluruhan pertunjukan dan mengidentifikasi area yang dapat ditingkatkan.
    2. Laporan Keuangan: Membuat laporan keuangan yang mencakup semua pengeluaran dan pendapatan.
    3. Dokumentasi: Mendokumentasikan pertunjukan untuk keperluan arsip dan referensi masa depan.

4. Tantangan dalam Manajemen Pertunjukan Seni Tari

a. Pengelolaan Anggaran

Mengelola anggaran dengan bijak untuk memastikan semua aspek pertunjukan dapat terlaksana tanpa kekurangan dana.

b. Koordinasi Tim

Mengkoordinasikan berbagai elemen tim produksi yang terdiri dari individu dengan berbagai keahlian dan latar belakang yang berbeda.

c. Promosi dan Pemasaran

Mempromosikan pertunjukan untuk memastikan penjualan tiket yang memadai dan mendatangkan penonton.

d. Penanganan Teknis

Mengatasi masalah teknis yang mungkin terjadi selama persiapan dan pelaksanaan pertunjukan.

5. Kesimpulan

Manajemen pertunjukan seni tari adalah proses yang kompleks dan membutuhkan perencanaan yang matang, koordinasi yang baik, serta evaluasi yang mendalam. Dengan manajemen yang efektif, sebuah pertunjukan tari dapat menjadi sukses dan memberikan pengalaman yang tak terlupakan bagi penontonnya.

Teater (Part 4)

JENIS-JENIS TEATER A. Jenis Teater Menurut Perkembangannya 1. Seni Teater Tradisional Teater tradisi banyak mengungkap wacana kearifan l...